
SPORT

Parade Militer Beijing Dihadiri Kim Jong Un Dan Putrinya
Parade Militer Beijing Dihadiri Kim Jong Un Dan Putrinya

Parade Militer Beijing Dihadiri Kim Jong Un Dan Putrinya Menjadi Peristiwa Diplomatik Yang Menarik Perhatian Dunia Internasional.. Kedatangan pemimpin Korea Utara bersama sang putri, Kim Ju Ae, tidak hanya menyoroti hubungan erat dengan China, tetapi juga memunculkan pertanyaan baru tentang masa depan kepemimpinan Korea Utara. Sorotan publik semakin besar karena Ju Ae yang masih belia kembali tampil dalam acara penting berskala global.
Kehadiran Kim di Beijing bukan sekadar agenda seremonial, melainkan bagian dari momentum geopolitik penting yang mempertemukan sejumlah pemimpin dunia. Kim Jong Un tiba di Beijing pada Rabu, 3 September 2025, setelah melakukan perjalanan panjang dengan kereta lapis baja dari Pyongyang. Presiden China Xi Jinping menggunakan momen ini untuk menunjukkan kekuatan militer negaranya sekaligus menegaskan posisinya di panggung internasional. Selain Kim, Presiden Rusia Vladimir Putin juga hadir, memperlihatkan kedekatan strategis antara Beijing, Pyongyang, dan Moskwa di tengah tensi global yang meningkat.
Parade Militer kali ini digelar untuk memperingati 80 tahun penyerahan resmi Jepang pada akhir Perang Dunia II. Ratusan tank, pesawat tempur, dan sistem persenjataan canggih dipamerkan, menandai demonstrasi kekuatan militer terbesar yang pernah digelar China. Xi ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Beijing tetap mampu menjadi poros utama stabilitas regional, meski tengah menghadapi tekanan dari Amerika Serikat dan sekutu Baratnya.
Kim Ju Ae, yang selama ini jarang muncul di ruang publik global, kini mendapat panggung besar. Foto-foto dirinya mendampingi sang ayah saat turun dari kereta lapis baja di Stasiun Beijing menjadi viral. Banyak pihak melihat momen ini sebagai upaya halus Pyongyang memperkenalkan generasi penerus kepemimpinan, meski masih terlalu dini untuk memastikan hal itu. Dari pertemuan para pemimpin hingga kemunculan Ju Ae, jelas bahwa Beijing bukan hanya sekadar tempat berlangsungnya perayaan militer. Ia berubah menjadi arena diplomasi internasional, tempat setiap gestur dan penampilan memiliki makna politis yang dalam.
Kehadiran Putri Pemimpin Korea Utara
Kemunculan Kim Ju Ae dalam parade militer besar di Beijing menjadi salah satu sorotan utama publik internasional. Putri Kim Jong Un ini pertama kali dikenal dunia pada November 2022 ketika mendampingi ayahnya dalam peluncuran rudal balistik antar-benua Korea Utara. Sejak itu, ia semakin sering terlihat dalam acara resmi, namun kehadirannya kali ini terasa berbeda karena berlangsung dalam skala internasional yang jauh lebih besar. Sorotan media global pun menempatkannya sebagai figur muda yang semakin penting dalam narasi politik Korea Utara.
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan bahkan menilai Ju Ae sebagai kandidat potensial penerus Kim Jong Un di masa depan. Meski masih berusia sekitar 10 hingga 12 tahun, penampilannya yang tenang dan percaya diri di hadapan ribuan tamu serta puluhan pemimpin dunia meninggalkan kesan kuat. Kehadiran Ju Ae dalam acara sebesar ini dianggap memperlihatkan dimensi baru dalam diplomasi global, di mana figur muda mulai diperkenalkan sebagai simbol keberlanjutan rezim. Sorot kamera internasional yang tak hanya fokus pada Kim Jong Un, tetapi juga pada sang putri, memperkuat spekulasi mengenai peran strategis yang disiapkan untuknya.
Lebih jauh, penampilan Ju Ae menyampaikan pesan politik yang sarat makna. Korea Utara tampak ingin menunjukkan kesinambungan dinasti Kim yang telah berkuasa sejak era kakeknya, Kim Il Sung. Dengan menampilkan sang putri di panggung global, Pyongyang berusaha menegaskan simbol stabilitas sekaligus memperkuat legitimasi rezim di mata publik domestik maupun internasional. Kehadirannya di Beijing bukan sekadar mendampingi sang ayah, melainkan juga menjadi representasi masa depan Korea Utara. Bagi banyak pihak, momen ini membuka diskusi tentang bagaimana simbol keluarga digunakan untuk membentuk citra kekuatan politik di dunia modern.
Parade Militer Dan Kekuatan Diplomasi
Parade Militer Dan Kekuatan Diplomasi menjadi sorotan internasional ketika Beijing menggelar perayaan berskala besar yang dihadiri puluhan pemimpin dunia. China tidak hanya memamerkan ribuan pasukan dan persenjataan canggih, tetapi juga mengirim pesan politik yang kuat. Dengan menghadirkan Kim Jong Un, Vladimir Putin, serta 26 kepala negara lainnya, Xi Jinping menegaskan bahwa Beijing tetap memiliki jaringan pengaruh luas meski kerap mendapat kritik dari Barat. Dalam konteks ini, parade tersebut menjadi panggung strategis bagi Xi untuk memperkuat citranya di tingkat global.
Momen bersejarah itu juga dimanfaatkan Xi untuk menampilkan negaranya sebagai mitra strategis yang dapat diandalkan. Di tengah konflik global seperti perang di Ukraina dan ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat, solidaritas bersama Rusia dan Korea Utara memperlihatkan arah geopolitik baru. Selama 70 menit, parade menampilkan teknologi militer modern, mulai dari tank hingga sistem anti-drone, sekaligus menunjukkan kesiapan pertahanan sebagai penopang diplomasi.
Namun, di balik kemegahannya, dinamika yang terjadi jauh lebih kompleks. Kehadiran Kim dan Putin di samping Xi dipandang sebagai konsolidasi negara-negara yang menantang kebijakan Barat. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di Eropa dan Amerika, karena dianggap sebagai upaya membentuk poros baru kekuatan global. Bagi banyak pengamat, Parade Militer tersebut bukan sekadar seremoni, melainkan strategi politik dengan implikasi besar bagi keseimbangan internasional.
Simbolisme Kehadiran Para Pemimpin Dunia
Ketika Xi Jinping berdiri berdampingan dengan Vladimir Putin dan Kim Jong Un, pesan politik yang ditampilkan sangat jelas. Tiga negara ini berusaha menunjukkan persatuan di tengah tekanan dan sanksi Barat. China ingin memperlihatkan dukungan pada Rusia yang masih melanjutkan perang di Ukraina, sementara Korea Utara menegaskan kedekatannya dengan dua kekuatan besar yang bisa menjadi pelindung dari isolasi internasional.
Simbolisme Kehadiran Para Pemimpin Dunia, momen kehadiran Kim Jong Un juga menjadi catatan penting dalam sejarah. Terakhir kali seorang pemimpin Korea Utara menghadiri parade di Beijing adalah pada 1959 ketika Kim Il Sung hadir. Kini, setelah lebih dari enam dekade, Kim Jong Un kembali melanjutkan tradisi tersebut bahkan dengan menghadirkan putrinya. Hal ini memperlihatkan upaya membangun kedekatan personal antar pemimpin sebagai bentuk diplomasi simbolis.
Bagi Rusia, tampil di acara ini merupakan kesempatan untuk mendapatkan dukungan moral. Putin ingin menunjukkan bahwa negaranya tidak sepenuhnya terisolasi meski terus mendapat kritik tajam dari Barat. Bersama Xi dan Kim, Rusia menampilkan citra bahwa mereka masih memiliki mitra strategis. Pada akhirnya, parade ini bukan hanya sekadar pameran militer, tetapi juga cerminan dinamika politik global yang semakin terbelah. Banyak pihak menilai bahwa simbolisme dan kehadiran fisik para pemimpin mampu menyampaikan pesan lebih kuat dibandingkan pidato resmi tentang diplomasi.
Opini Global Terhadap Kehadiran Kim Dan Putrinya
Publik internasional menanggapi dengan beragam perspektif. Sebagian kalangan memandang acara besar di Beijing sebagai demonstrasi kekuatan yang berpotensi memicu ketegangan baru. Kehadiran pemimpin kontroversial seperti Kim Jong Un membuat sorotan semakin kuat. Putrinya, Kim Ju Ae, juga menambah perbincangan publik internasional. Isu yang muncul mulai dari potensi penerus kepemimpinan hingga dampak psikologis anak dalam dunia politik keras.
Opini Global Terhadap Kehadiran Kim Dan Putrinya juga menyoroti pembelahan pandangan antar kawasan. Negara-negara Barat cenderung mengkritik parade ini sebagai bentuk konsolidasi kekuatan otoriter yang bisa mengancam stabilitas global. Media Eropa dan Amerika mengaitkan kebersamaan Xi, Putin, dan Kim dengan munculnya aliansi baru di luar orbit Washington. Sebaliknya, sebagian negara Asia Tenggara yang hadir justru melihatnya sebagai peluang memperluas hubungan ekonomi dengan China.
Bagi publik domestik Korea Utara, momen ini ditampilkan sebagai simbol kebanggaan nasional. Media resmi Pyongyang menyorot perjalanan Kim dan Ju Ae secara luas, menggambarkan bahwa negara mereka diakui oleh kekuatan besar dunia. Reaksi beragam inilah yang menegaskan bahwa acara tersebut bukan sekadar seremoni, melainkan sarana propaganda, diplomasi, dan arena pertarungan narasi politik global. Semua pandangan itu akhirnya berpusat pada makna besar sebuah Parade Militer.